Oleh: Miftahul A’la*
Dewasa ini, sadar maupun tidak membaca merupakan aktivitas yang sangat jarang sekali kita temui ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Masyarakat seakan-akan sengaja melupakan akan peranan pentingnya membaca bagi masa depan bangsa-negara. Kebanyakan dari generasi bangsa terlena dengan keindahan dunianya masing-masing yang hanya bersifat kesenangan sesaat. Mereka terlenan dengan kemajuan teknologi dari negara lain yang kemudian kehilangan spirit untuk membaca. Padahal jika mau jujur, kita tahu dengan membaca maka akan mendapatkan manfaat yang luar biasa dampaknya baik bagi kehidupan sekarang maupun masa depan.
Dalam perjalanan perdaban dunia, fakta sejarah membuktikan bahwa bangsa yang maju dan mampu menguasai dan menerapkan ilmu pengetahuan serta teknologi (iptek) tidak terlepas dari kuatnya budaya membaca yang mereka lakukan. Sehingga mereka mampu untuk menciptakan sebuah peradaban baru yang lebih maju dari sebelumnya. Terlebih pada era globalisasi ini, dengan perekonomian dunia semakin terintegrasi dan perdagangan antarnegara kian liberal, tentunya membutuhkan berbagai strategi dan terobosan baru untuk menyiasatinya agar tidak terjerumus pada kesenangan yang hanya sesaat.
Jepang misalnya ia mampu bangkit dari kesuraman dan maju seperti sekarang tidak lepas dari budaya baca tulis. Bisa dikatakan, setelah kalah dalam Perang Dunia II, di jepang hanya tersisa beberapa gelintir orang. Semua bangunan yang ada hancur luluh lantak tak tersisa. Namun jepang tidak putus ada, dengan semangan optimisme ia segera bangkit dari kesedihannya. Guru-guru dan para cerdik cendekia dikumpulkan dan diperintahkan untuk menerbitkan buku-buku secara massal, termasuk terjemahan dari berbagai literatur dunia. Buku-buku yang diterbitkan meliputi sastra, ekonomi, politik, teknik, ilmu dasar, aplikasi teknologi hingga filsafat.
Usaha mengembangkan budaya baca tulis itu masih didukung dengan pengiriman sejumlah pemuda terpilih untuk belajar ke luar negeri -terutama AS dan Eropa- sesuai minatnya. Setelah lulus, mereka mengabdikan hasil pendidikannya untuk bangsa, antara lain dengan menulis buku. Maka, jadilah Jepang kini sebagai bangsa yang maju lantaran memiliki budaya baca tulis yang tinggi.
Sangat Minim
Namun sayang spirit untuk membaca belum mampu untuk diimplementasikan di Indonesia. Di Indonesia sangat minim sekali masyarakatnya yang mempunya hobi baca tulis. Alhasil, karena tidak mempunyai budaya baca tulis yang memadai, Indonesia sulit untuk maju seperti negara-negara lain. Indonesia tidak mampu bangkit dari keterpurukan begitu terkena krisis global. Bahkan krisis itu kini menjadi berkepanjangan dan multidimensi yang tidak terselesaikan. Penyebabnya, kurang lebih karena masyarkata Indonesia terutama pejabat-pejabat negara tidak memiliki budaya baca tulis. Sangat jarang sekali para pejabat negara yang mempunyai budaya baca-tulis, bahkan mereka yang memilki budaya baca tulis bisa dihitung dengan jari.
Data BPS 2006 menunjukkan, masyarakat Indonesia yang membaca untuk mendapatkan informasi baru 23,5 persen dari total penduduk yang beratus-ratus juta jiwa. Sedangkan dengan menonton televisi sebanyak 85,9 persen dan mendengarkan radio sebesar 40,3 persen. Ini mengindikasikan bahwa memang masyarakat Indonesia belum mempunyai kesadaran akan pentingnya budaya baca-tulis. Padahal, tingginya minat membaca terkait erat dengan peradaban dan kecemerlangan suatu peradaban bangsa-negara. Semakin tinggi budaya baca, semakin maju pula bangsa tersebut, karena mampu untuk menciptakan sesuatu yang baru.
Sedangkan masyarakat di negara-negara industri yang maju, mereka rata-rata membaca delapan jam per hari, sedangkan di negara berkembang, termasuk Indonesia, hanya dua jam setiap hari (UNESCO, 2005). Ini tentunya merupakan suatu ironi serta penghambat yang jelas akan kemajuan bangsa-negara. Karena dengan jumlah masyarakat yang mencapai 230 juta jiwa, hanya beberapa persen saja yang memiliki budaya membaca, itupun hanya sebatas untuk mengisi waktu luang belum merupakan kebutuhan pokok. Tidak mengherankan jika kemudian Indonesia hingga sudah 63 tahun lamanya merdeka belum mampu untuk membuat peradaban baru dan maju berkembang sesuai harapan faunding father bangsa. Alasannya sederhana minimnya budaya baca dan tulis masyarakat Indonesia.
Peran akan pentingnya budaya membacan ini bukan hanya diakui oleh negara-negara di dunia. Jauh sebelum peradaban dunia maju, islam sebagai agama terakhirpun telah menyerukan akan pentingnya budaya membaca untuk menciptakan sebuah tataran perubahan yang lebih maju. Bukti akan penyeruan islam akan petingnya budaya memcaba ini dapat kita lihat dari ayat Alquran yang pertama kali diturunkan Allah kepada Muhammad. Pertama kali ayat yang diturunkanpun berupa perintah untuk membaca (iqra) bacalah. Tentu ini bukan kebetulan, tetapi sunatullah bahwa kalau ingin maju dan hidup bahagia dunia-akhirat, kita harus menguasai dan menggunakan ilmu. Gerbang utamanya dengan membaca serta memahami ayat-ayat Allah, baik yang qauliyah (Alquran dan Hadis) maupun qauniyah berupa alam semesta beserta segenap isi dan dinamikanya.
Sebagai masyarakat Indonesia, kita tentunya berharap agar Indonesia mampu membangun generasi yang mandiri, cerdas, kreatif menjadikan Negara Indonesia sejajar diantara bangsa-bangsa di dunia tanpa harus menjadi budak dari negara lain. Belajar dari semua itulah, Indonesia harum mampu untuk menumbuhkan spirit yang kuat untuk menghidupkan budaya baca tulis terhadap seluruh element masyarakat tanpa terkecuali.
Menghidupkan dan membudayakan budaya membaca merupakan salah satu jalan keluar yang harus segera ditempuh oleh Indonesia jika Indonesia ingin menjadi bangsa yang maju, makmur, serta bermartabat. Tidak ada pilihan lain, kecuali melakukan gerakan nasional secara cerdas, sistematis, dan kontinu untuk mencintai, menguasai, dan menerapkan budaya membaca di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar ketertinggalan yang dialami oleh Indonesia mampu untuk diatasi.
0 comments:
Post a Comment