KSI: Kostra Latarnusa

Monday 15 February 2010

Kostra Latarnusa merupakan singkatan Komunitas Sastra Indonesia dan Tradisi Lisan Nusantara Palu-Sulawesi Tengah yang baru berdiri di Kota Palu. Kostra Latarnusa merupakan anak cabang dari Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Pusat Jakarta, karena di Sulawesi Tengah kaya tradisi lisan maka kami secara otonomi mengklaimkan diri lebur bersama tradisi lisan. Dari sini, diharapkan tradisi lisan dapat dialihterasikan dalam bentuk literatur sastra tertulis hingga pelestarian tradisi lisan dapat terakomodir, minimal terdokumentasikan lewat tulisan.

Dari segi umum, "tradisi lisan" merujuk kepada penyampaian bahan budaya melalui sebutan lisan, dan telah lama dikatakan sebagai gambaran cerita rakyat (kriteria yang tidak lagi dipegang kemas oleh kesemua pencerita rakyat). Sebagai bidang akedemik, ia merujuk kepada kedua kaedah saintifik dan objek yang dikaji oleh kaedah tersebut. Tradisi lisan merujuk kepada segala bentuk warisan dan tradisi yang lahir dalam sesuatu kelompok masyarakat. Penyampaian tradisi ini berbentuk perantaraan lisan. Ia merupakan satu cara masyarakat menyampaikan sejarah lisan, kesusastraan, perundangan dan pengetahuan lain menyeberangi generasi tanpa sistem tulisan.

Kajian tradisi lisan adalah berbeda dengan bidang akademik sejarah lisan, yang merupakan rekaman ingatan pribadi dan sejarah oleh mereka yang mengalami era sejarah atau kejadian tertentu. Ia juga berbeda dengan kajian kelisanan (orality) yang boleh ditafsirkankan sebagai pemikiran dan gambaran lisan dalam masyarakat di mana teknologi kesusastraan (terutamanya tulisan dan cetakan) tidak meluas dikalangan penduduknya. Akan tetapi pada kenyataannya posisi tradisi lisan masih terpinggirkan, potensinya masih terabaikan, dan masih banyak yang menganggap bahwa tradisi lisan hanyalah peninggalan masa lalu hanya cukup menjadi kenangan manis belaka.

Tradisi lisan seolah-olah tidak relevan lagi dengan kehidupan modern yang semakin melaju sangat cepat selama ini. Kemajuan teknologi ternyata tidak disikapi secara arif sehingga semakin meminggirkan posisi tradisi lisan.

Dunia sastra, baik yang berbahasa Indonesia mau pun yang berbahasa daerah nampak seperti kerakap di atas batu, mati segan hidup tak mau. Di kalangan para pendukung sastra ada semacam rasa ketergantungan pada uluran tangan pemerintah kurang semangat mandiri dalam berkesenian. Kekuatan potensial terpencar oleh tidak adanya organisasi yang mampu menghimpun mereka. Organisasi sangat tergantung pada tenaga lokomotif untuk bisa bergerak. Sementara Dewan Kesenian lumpuh, hanya ada namanya.

Sastra berbahasa, baik lisan atau pun tulisan juga terancam binasa.Kepunahan ini bisa dipercepat oleh tidak adanya kesadaran budaya di dua tingkat yaitu tingkat atas dari pengelola kekuasaan politik yang nampak dengan tidak memiliki politik kebudayaan yang jelas. Dari bawah yaitu di kalangan masyarakat yang larut oleh budaya pop tanpa memahami apa itu budaya pop yang melarutkannya.

Berangkat dari posisi sastra dan tradisi lisan yang masih terpinggirkan khususnya di kota Palu dan dengan kedatangan Dzawawi Imron ke Kota Palu sekaligus launching KSI di mata masyarakat sastra di Palu membawa dampak besar dalam pengakomodiran sastra dan tradisi lisan yang dimiliki oleh Palu. Kegiatan bulan depan yang akan digelar KSI Palu adalah Cerdas Cermat Sastra dan Tradisi Lisan dan Kostra Latarnusa Awards bagi seluruh pelajar SMA (sederajat).

0 comments:

Post a Comment

free counters

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service

Page Rank

Copyright © 2011 Green Ilmu | Splashy Free Blogger Templates with Background Images, Trucks