Oleh: Miftahul A’la*
Jika kita amati dengan seksama, ada dua hal menarik yang terjadi di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir ini yang banyak menyedot dunia publik. Bahkan bisa dikatakan semua itu cukup menggelitik hati sekaligus mengiris-ngiris serta mencoreng nama besar Indonesia baik di mata rakyatnya sendiri maupun dunia Internasional. Kasusu yang pertama terkait dengan kasus bibit-candra yang sempat berlarut-larut akibat konflik dengan kapolri. Dan yang kedua terkait dengan kasus prita muliasari dengan RS Omni Internasional alam sutera tangerang yang hingga detik ini belum juga terselesaikan.Kedua kasus ini memang tidak ada garis yang menghubungkan antara yang satu dengan yang lainnya. Karena keduanya merupakan kasus yang berbeda, yang satu disebabkan karena diduga penyalahgunaan wewenang dan satunya lantaran pencemaran nama baik. Namun yang membuat menarik adalah, kedua kasus yang sempat meldak di muka public ini sama-sama melibatkan hampir seluruh elemen masyarakat yang Indonesia. Jadi meskipun pada awalnya tidak ada garus kesinambungan, namun jika ditelusuri lebih jauh keduanya memiliki kesamaan yang sangat erat yakni sama-sama melibatkan rakyat.
Masih teringat tentunya dalam benak pikiran kita bagaimana kasus bibit-chandra diselesaikan. Meskipun meraka tidak terbukti bersalah tetap saja pihak polri ngotot untuk memenjarakannya. Dan terbukti dalam kondisi semacam ini rakyatlah yang mempunyai peluang terbesar untuk menegakan keadilan. Meskipun dengan susuh payah akhirnya lewat gerakan satu juta facebooker mendukung pembebasab bibit-chanda akhirnya teralisasi, meskipun masih menyimpan berbagai pertanyaan yang belum terjawab. Dan memang kekuatan rakyat yang bersatu tidak bisa dianggap remeh. Jangankan hanya aksi pembebasan bibit-chanda jika saja mau dengan persatuan yang digalang oleh rakyat Indonesia melakukan kudetapun saya yakin pasti akan bisa terwujud, tapi jangan sampai ini terjadi.
Sedangkan kasus yang dialami oleh prita muliasari juga tidak kalah hebohnya. Jika kasus bibit-chandra menggalang solidaritas dengan menggunakan lewat dunia maya dengan melakukan aksi sejuta aksi dukung bibit-chandra, maka berbeda dengan aksi solidaritas yang diberkan kepada prita. Selain aksi solidaritas di dunia maya, prita juga mendaat dukungan dengan aksi peduli “koin untuk prita”. Koin untuk prita ini dimaksudkan untuk meringankan beban prita yang diputus oleh pengadilan tinggi banten yang menjatuhi hukuman denda bagi prita sebesar 204 juta rupiah, tentu ini bukan merupakan jumlah yang sedikit terutama bagi seorang prta yang hanya merupakan ibu rumah tangga. Mekipun toh dengan seiring berjalannya waktu akhirnya gugatan perdata tentang denda uang sebesar 204 juta tersebut dicabut oleh pihak omni Internasinal.
Uniknya kedua kasus ini sama-sama memposisikan rakyat sebagai element utama dan terpenting. Dalam kasus ini penguasa hanya terkesan berpangku tangan tanpa memberikan solusi yang kongret dalam penyelesainnya. Dan ini tentu sangat ironi, karena dengan begitu pemerintah sudah memberikan keputusan yang bisa mematikan kariernya sendiri.
Simbol Perlawanan
Kenapa meski koin, begitulah kira-kira pertanyaan yang sering muncul dengan aksi solidaritas peduli prita, begitupula dengan saya ketika pertama kali mendengarnya. Kenapa tidak langsung saja membantu dengan berbentuk uang lembaran atau apa?
Secara material, memang koin yang dikumpulkan merupakan sesutu yang sangat remeh sekali, jika dikalkulasi dan dibandingkan dengan uang di Indonesia. Sebab koin merupakan mata uang terkecil dalam rupiah. Namun ternyata aksi solidaritas koin yang dipelopori dalam kasus prita ini ternyata pada akhirnya tidak main-main. Sebab hanya dengan rentang waktu yang relative singkat koin yang terkumpul sudah mencapai 10 ton dan nilainya lebih dari setengah milyar. Ini tentu merupakan kenyataan yang sangat fantastis. Tidak hanya berhenti sebatas itu sebab koin yang terkumpul ini masih tetap saja mengalir layaknya sumber mata air di pegunungan yang tidak akan pernah berhenti, meskipun aksi ini sudah di tutup. Bahkan koin peduli prita ini menyebar mulai dari sabang dari merauke, menyeluruh hampir di setiap penjuru Indonesia.
Disinilah sebenarnya jika kita cermati lebih jauh akan menemukan makna yang paling substansial. Jadi jika diamati ternyata koin yang dikumpulkan untuk aksi solidaritas prita ini bukan hanya semata-mata hal yang bersifat maretial saja, melainkan menyimpan makna yang luar biasa. Banyak orang yang menyatakan bahwa koin untuk prita ini merupakan satu simbol perlawanana yang coba untuk dilakukan oleh rakyat kecil terhadap rezim penguasan yang sudah dzolim terhadap rakyatnya. Bagaimana tidak, coba bayangkan saja masyarakatnya ditimpa berbagai musibah dan mendapatkan ketidakadilan dari hukum di Indonesia, penguasa hanya berdiam diri bahkan sengaja mengalihkan isu tersebut dengan isu-isu lainnya.
Dalam hal prita ini dapat kita saksikan dengan jelas bahwa penguasa hanya mementingkan segelintir orang yang berada di sekitarnya. Penguasa seperti kerbau yang di congkel hidungnya selalu mengikuti bagi mereka yang memberikan keuntungan. Bagi yang tidak memberikan keuntunga, ya nasibnya kurang lebih pasti akan seperti prita, tidak akan di dengar.
Dengan adanya kejadian yang menimpa Indonesia ini tentunya merupakan tamparan yang pedas bagi para penguasa. Rakyat sudah mulai tidak percaya lagi dengan apa yang dilakukan oleh penguasa, tidak mengherankan jika kemudian rakyat melakukan berbagai perlawan untuk melawan penguasa yang dzolim. Dan kejadian semacam ini harus dengan segera disikapi secepatnya. Jika penguasa tidak mampu untuk memperbaiki kinerja dan mengembalikan kepercayaan rakyat kecil terhadapanya, bukan tidak mungkin aksi yang lebih besar lagi akan segera dilakukan. Bahkan bukan tidak mungkin reformasi jilid ke dua akan benar-benar terjadi di Indonesia. Dan tentunya semua orang tidak menginginkan akan adanya reformasi jilid ke dua. Semuanya terserah dengan penguasa, apakah mau memperbaiki kinerjanya atu tetap mempertahankan kepemimpinannya yang boborok seperti sekarang. Jika pemerintah tidak mampu melakukan perubahan jangan salahkan kekuatan rakyat yang bergabung untuk menurunkan rezim penguasan yang dzolim secara paksa.
Penulis adalah Direktur pada Center for Politic and Law Studies (CePoLS) Yogyakarta. Hp. 081392627364
0 comments:
Post a Comment