bangkitlah kader perempuan

Friday 19 August 2011


Hampir semua aktifis perempuan sudah mafhum, bahwa gerakan perempuan adalah
fenomena umum dari gejala maraknya berbagai gerakan sosial baru yang tumbuh sejak
pertengahan abad lalu. Ia adalah respon dari kebuntuan gerakan Kiri Lama yang terkurung dalam
politik kelas yang berakibat pada sikap acuh tak acuh terhadap realitas penindasan di dalam sub-
sub kelas, seperti yang menimpa komunitas kulit hitam dan kaum perempuan. Maklum saja, bagi
Kiri Lama hanya ada dua kelas, kelas kapitalis sebagai kelompok penindas, dan kelas proletar
sebagai kelompok tertindas. Dalam pandangan mereka (berbagi dengan Liberalisme, Kiri Lama
masih menganut keyakinan rasionalitas Pencerahan yang meyakini “kemanusiaan yang sama dan
universal”), kelas yang telah disebut terakhir ini adalah satu-satunya agen universal yang
menjadi motor perubahan.

Refleksi semacam ini lahir di Eropa, sementara realitas peminggiran dan diskriminasi
terhadap kaum perempuan adalah fenomena yang hampir merata di belahan dunia. Justeru
karena dalam setiap refleksi bersifat partikular, parsial dan selalu ada jarak renggang dengan
kenyataan, maka setiap basis dasar pengandaian dari sebuah refleksi mesti ditatap dengan mata
kritis dan terbuka. Apakah universalitas manusia --yang acuh tak acuh terhadap realitas
diskriminasi dan peminggiran berdasarkan perbedaan budaya, agama, etnik, dan jenis kelamin,
atau katakanlah perbedaan konteks struktur dasar masyarakat-- adalah pengandaian yang cukup
memadai sebagai basis gerakan kesetaraan kaum perempuan?

Di kalangan feminis progresif, dalam struktur dasar masyarakat yang patriarkis,
kesetaraan universal adalah ilusi. Dan gerakan perempuan seyogyanya tidak lahir dari sebuah
ilusi semacam itu. Gerakan perempuan harus lahir dari basis dasar kenyataan sosial yang konkrit.
Kenyataan itu adalah perbedaan. Perbedaan budaya, mode ekonomi, nilai religi, kekuatan fisik,
aspek psikologis dan biologis, dan seterusnya. Bukan perbedaan yang diingkari dan
didiskriminasi, melainkan perbedaan yang dihargai dan dalam konteks yang bersifat relasional.
Di dalam politik perbedaan, butuh suatu strategi: politik ruang. Ruang yang didominasi oleh laki-
laki tak banyak yang bisa diharapkan, baik akomodasi suara maupun sumberdaya. Ini realitas,
bukan pengandaian. Berdasarkan alasan itu pula, kira-kira, dulu, Kiri Lama yang sudah impoten
dan lesu itu harus menggantikan pandangan kelas universalnya dengan gerakan-gerakan sosial
baru berbasis perbedaan. Dan Kiri Lama bermetamorfosis menjadi Kiri Baru.

0 comments:

Post a Comment

free counters

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service

Page Rank

Copyright © 2011 Green Ilmu | Splashy Free Blogger Templates with Background Images, Trucks