Oleh : Miftahul A’la
Kehadiran pasar modern ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia banyak mendapat sorotan dari khalayak umum. Ada yang menerima kehadirannya, namun tidak sedikit yang secara tegas menolak dengan kehadiran pasar modern. Terlebih oleh para pedagang menengah kecil yang ada di sekitar wilayah pasar tradisional. Dengan kehadiran pasar modern telah dianggap sebagai salah satu bumerang yang semakin menyudutkan keberadaan pasar tradisional. Kenyataan ini bukan tanpa bukti, sebab dengan kehadiran pasar modern ini, sedikit demi sedikit eksistensi keberadaan pasar trasdional semakin tergusur.
Di Yogyakarta misalnya, keberadaan pasar tradisonal dari tahun ke tahun semakin menghilang dari peradaban. Yogya kini lebih banyak dikelilingi oleh bengunan-bangunan megah, baik mall maupun supermarket. Keberadaan kota yang dulu penuh dengan pasar tradisional, sekarang sedikit demi sedikit mulai memudar. Pasar tradisional yang ada di Yogya hanya tinggal segelintir saja dan dapat dihitung dengan jari. Entah kenyataan ini disadari maupun tidak, memang begitulah fakta di lapangan. Pasar tradisional yang pernah menjadi icon kebesaran Yogya hanya tinggal kenangan.
Bahkan akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap pasar tradisional telah menyulut yang memanas di tengah masyarakat. Liberalisasi sektor eceran perdagangan pada 1998 telah mendorong munculnya berbagai supermarket asing ke Indonesia. Hingga menyebabkan keberadaan pasar modern di Indonesia menjamur dan menghiasi hampir di seluruh pelosok kota-kota besar bahkan perdesaan. Sungguh kenyataan yang sangat ironis, ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang serba kekurangan, disisi lain kapitalisme semakin menggrogoti sendi-sendi perekonomian Indonesia tanpa disadari. Dengan menjamurnya pasar modern. Dan disini secara tidak langsung yang menjadi korban utama ditengah-tengah persaingan era globalisasi adalah pasar tradisional.
Beberapa penelitian tentang dampaknya supermarket yang pernah dilakukan di negara-negara berkembang diantaranya oleh Reardon dan Berdegue (2002), Reardon et al (2003), Traill (2006) dan Reardon dan Hopkin (2006) mengemukakan bahwa memang pada hakikatnya keberadaan pasar modern memiliki dampak yang negatif terhadap pedagang ritel tradisional. Pedagang yang terlebih dahulu mengalami gulung tikar (bangkrut) adalah mereka para pedagang tradisional yang memang rata-rata menjual berbagai macam sayur dan buah-buahan yang tidak mampu bertahan lama. Berbeda dengan pasar modern yang barang daganganya mampu bertahan hingga sampai berbulan-bulan lamanya.
Namun demikian ada beberapa pasar tradisional yang tetap eksisis di tengah-tengah gempuran modernisme. Meskipun jumlahnya relatif sedikit dibandingkan dengan pasar modern. Dibandingkan dengan pasar modern, pasar tradisional memang memilik ciri khas tersendiri dalam melakukan aktivitasnya. Ciri khas yang tidak dimiliki oleh pasar tradisional adalah adanya konsep tawar-menawar harga dalam jual beli hingga mengakibatkan kedekatan emosional antara keduanya. Inilah salah sati ciri khas yang membedakan antara keduanya.
Kian Terpinggirkan
Berdasarkan hasil studi A.C.Nielsen, pasar modern di Indonesia tumbuh 31,4% per tahun, sedangkan pasar tradisional menyusut 8%per tahun. Kenyataan semacam ini semakin memperjelas bahwa keberadaan pasar tradisional kian terpinggirkan di negerinya sendiri. Warisan nenek moyang yang dulu menjadi penopang utama perekonomian masyarakat Indonesia kini dihempaskan dengan kedatangan pasar modern. Jika kondisi ini tetap dibiarkan, tidak menutup kemungkinan ribuan bahkan jutaan pedagang kecil akan kehilangan mata pencahariannya. Lagi-lagi yang mampu bertahan dan berkuasa dalam posisi semacam ini adalah golongan kapitalis. Posisi pasar tradisional semakin tenggelam seiring dengan tren perkembangan dunia ritel saat ini yang didominasi oleh pasar modern.
Memang selama ini beragam masalah selalu menemani keberadaan pasar tradisional. Diantara masalah yang paling urgen adalah masalah infrastrukturnya. Berbagai kekurangan selalu mengikuti perjalanan pasar tradisional. Namun rata-rata yang menjadi kendala utama dalam pasar tradisioanal adalah masalah struktur bangunan, masalah kebersihan serta kenyamanan pembeli yang kurang begitu terjamin. Berbeda dengan kondisi di pasar modern yang serba bonafit serta nyaman. Keberadaan pasar tradisional di Indonesia dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan. Pasar tradisioanl semakin menempati posisi utama daftar nama pasar kritis yang akan mengalami kepunahan jika tidak diperhatikan keberadaanya baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
Hal semacam ini masih juga diperburuk dengan manajemen yang dikelola oleh pasar tradional yang terkesan semrawut dan juga minimnya modal yang dimiliki oleh pedagang kecil. Akibat kurang begitu antusiasnya pemerintaah dengan keberadaannya hingga seolah-olah meminmggirkan keberadaannya. Di sinilah peranan pemerintah baik pusat maupun daerah diperlukan. Pemerintah harus segera mungkin merespon gejala sosial yang terjadi di kalangan masyarakat. Dengan sikap tangkas segera mungkin pemerintah baik pusat maupun pemkod untuk segera menanggulangi musnahnya keberadaan pasar tradional dari peradaban.
Untuk menghindari kemusnahan pasar tradional dalam persaingannya denga pasar modern, setidaknya diperlukan beberap hal urgen yang harus segera dikerjakan. Diantaranya adalah pertama harus adanya regulasi penanganan untuk melindungi pasar tradisional. Dalam artian, peranan dan dukungan pemerintah dan masyarakt harus bisa menjadi satu kesatuan dalam menangani masalah ini. Kedua harus dengan segera dilakukan perbaikan infrasrktur yang ada di dalamnya. Dengan adanya perbaikan infrastruktur, secara tidak langsung pasar tradisional akan mampu bersaing dengan pasar modern. Yang ketiga harus ada penguatan manajemen dan penguatan modal pedagang di pasar tradisional. Hal ini penting karena memang selama ini modal merupakan masalah krusial yang selalu saja menghantui para pedagan kecil di pasar tradisional.
Dengan keseimbangan ketiga unsur tersebut, eksistensi pasar tradisional akan mampu bertahan di tengah-tengah era modernisme seperti sekarang yang lebih berorientasi pada kapitalisme. Diperlukan stategi dan pendekatan yang terpadu agar pasar tradisional tidak tenggelam akibat merebaknya pasar modern di Indonesia. Sebab bagaimanapun juga pasar tradisional merupakan aset warisan berharga yang telah banyak menyumbangkan serta mengenalkan Indonesia dibelahan dunia. Untuk sekarang pasar tradisional merupakan satu-satunya harta karus yang dimiliki Indonesia. Jadi keberadaanya sampai kapanpun harus tetap dijaga dan dipertahankan meskipun ditengah merebaknya budaya modernisme.
Penulis adalah Direktur pada Center for Politic and Law Studies (CePoLS)Yogyakarta. Hp. 081392627364
Kehadiran pasar modern ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia banyak mendapat sorotan dari khalayak umum. Ada yang menerima kehadirannya, namun tidak sedikit yang secara tegas menolak dengan kehadiran pasar modern. Terlebih oleh para pedagang menengah kecil yang ada di sekitar wilayah pasar tradisional. Dengan kehadiran pasar modern telah dianggap sebagai salah satu bumerang yang semakin menyudutkan keberadaan pasar tradisional. Kenyataan ini bukan tanpa bukti, sebab dengan kehadiran pasar modern ini, sedikit demi sedikit eksistensi keberadaan pasar trasdional semakin tergusur.
Di Yogyakarta misalnya, keberadaan pasar tradisonal dari tahun ke tahun semakin menghilang dari peradaban. Yogya kini lebih banyak dikelilingi oleh bengunan-bangunan megah, baik mall maupun supermarket. Keberadaan kota yang dulu penuh dengan pasar tradisional, sekarang sedikit demi sedikit mulai memudar. Pasar tradisional yang ada di Yogya hanya tinggal segelintir saja dan dapat dihitung dengan jari. Entah kenyataan ini disadari maupun tidak, memang begitulah fakta di lapangan. Pasar tradisional yang pernah menjadi icon kebesaran Yogya hanya tinggal kenangan.
Bahkan akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap pasar tradisional telah menyulut yang memanas di tengah masyarakat. Liberalisasi sektor eceran perdagangan pada 1998 telah mendorong munculnya berbagai supermarket asing ke Indonesia. Hingga menyebabkan keberadaan pasar modern di Indonesia menjamur dan menghiasi hampir di seluruh pelosok kota-kota besar bahkan perdesaan. Sungguh kenyataan yang sangat ironis, ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang serba kekurangan, disisi lain kapitalisme semakin menggrogoti sendi-sendi perekonomian Indonesia tanpa disadari. Dengan menjamurnya pasar modern. Dan disini secara tidak langsung yang menjadi korban utama ditengah-tengah persaingan era globalisasi adalah pasar tradisional.
Beberapa penelitian tentang dampaknya supermarket yang pernah dilakukan di negara-negara berkembang diantaranya oleh Reardon dan Berdegue (2002), Reardon et al (2003), Traill (2006) dan Reardon dan Hopkin (2006) mengemukakan bahwa memang pada hakikatnya keberadaan pasar modern memiliki dampak yang negatif terhadap pedagang ritel tradisional. Pedagang yang terlebih dahulu mengalami gulung tikar (bangkrut) adalah mereka para pedagang tradisional yang memang rata-rata menjual berbagai macam sayur dan buah-buahan yang tidak mampu bertahan lama. Berbeda dengan pasar modern yang barang daganganya mampu bertahan hingga sampai berbulan-bulan lamanya.
Namun demikian ada beberapa pasar tradisional yang tetap eksisis di tengah-tengah gempuran modernisme. Meskipun jumlahnya relatif sedikit dibandingkan dengan pasar modern. Dibandingkan dengan pasar modern, pasar tradisional memang memilik ciri khas tersendiri dalam melakukan aktivitasnya. Ciri khas yang tidak dimiliki oleh pasar tradisional adalah adanya konsep tawar-menawar harga dalam jual beli hingga mengakibatkan kedekatan emosional antara keduanya. Inilah salah sati ciri khas yang membedakan antara keduanya.
Kian Terpinggirkan
Berdasarkan hasil studi A.C.Nielsen, pasar modern di Indonesia tumbuh 31,4% per tahun, sedangkan pasar tradisional menyusut 8%per tahun. Kenyataan semacam ini semakin memperjelas bahwa keberadaan pasar tradisional kian terpinggirkan di negerinya sendiri. Warisan nenek moyang yang dulu menjadi penopang utama perekonomian masyarakat Indonesia kini dihempaskan dengan kedatangan pasar modern. Jika kondisi ini tetap dibiarkan, tidak menutup kemungkinan ribuan bahkan jutaan pedagang kecil akan kehilangan mata pencahariannya. Lagi-lagi yang mampu bertahan dan berkuasa dalam posisi semacam ini adalah golongan kapitalis. Posisi pasar tradisional semakin tenggelam seiring dengan tren perkembangan dunia ritel saat ini yang didominasi oleh pasar modern.
Memang selama ini beragam masalah selalu menemani keberadaan pasar tradisional. Diantara masalah yang paling urgen adalah masalah infrastrukturnya. Berbagai kekurangan selalu mengikuti perjalanan pasar tradisional. Namun rata-rata yang menjadi kendala utama dalam pasar tradisioanal adalah masalah struktur bangunan, masalah kebersihan serta kenyamanan pembeli yang kurang begitu terjamin. Berbeda dengan kondisi di pasar modern yang serba bonafit serta nyaman. Keberadaan pasar tradisional di Indonesia dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan. Pasar tradisioanl semakin menempati posisi utama daftar nama pasar kritis yang akan mengalami kepunahan jika tidak diperhatikan keberadaanya baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
Hal semacam ini masih juga diperburuk dengan manajemen yang dikelola oleh pasar tradional yang terkesan semrawut dan juga minimnya modal yang dimiliki oleh pedagang kecil. Akibat kurang begitu antusiasnya pemerintaah dengan keberadaannya hingga seolah-olah meminmggirkan keberadaannya. Di sinilah peranan pemerintah baik pusat maupun daerah diperlukan. Pemerintah harus segera mungkin merespon gejala sosial yang terjadi di kalangan masyarakat. Dengan sikap tangkas segera mungkin pemerintah baik pusat maupun pemkod untuk segera menanggulangi musnahnya keberadaan pasar tradional dari peradaban.
Untuk menghindari kemusnahan pasar tradional dalam persaingannya denga pasar modern, setidaknya diperlukan beberap hal urgen yang harus segera dikerjakan. Diantaranya adalah pertama harus adanya regulasi penanganan untuk melindungi pasar tradisional. Dalam artian, peranan dan dukungan pemerintah dan masyarakt harus bisa menjadi satu kesatuan dalam menangani masalah ini. Kedua harus dengan segera dilakukan perbaikan infrasrktur yang ada di dalamnya. Dengan adanya perbaikan infrastruktur, secara tidak langsung pasar tradisional akan mampu bersaing dengan pasar modern. Yang ketiga harus ada penguatan manajemen dan penguatan modal pedagang di pasar tradisional. Hal ini penting karena memang selama ini modal merupakan masalah krusial yang selalu saja menghantui para pedagan kecil di pasar tradisional.
Dengan keseimbangan ketiga unsur tersebut, eksistensi pasar tradisional akan mampu bertahan di tengah-tengah era modernisme seperti sekarang yang lebih berorientasi pada kapitalisme. Diperlukan stategi dan pendekatan yang terpadu agar pasar tradisional tidak tenggelam akibat merebaknya pasar modern di Indonesia. Sebab bagaimanapun juga pasar tradisional merupakan aset warisan berharga yang telah banyak menyumbangkan serta mengenalkan Indonesia dibelahan dunia. Untuk sekarang pasar tradisional merupakan satu-satunya harta karus yang dimiliki Indonesia. Jadi keberadaanya sampai kapanpun harus tetap dijaga dan dipertahankan meskipun ditengah merebaknya budaya modernisme.
Penulis adalah Direktur pada Center for Politic and Law Studies (CePoLS)Yogyakarta. Hp. 081392627364
0 comments:
Post a Comment