Tergerusnya Intelektulaisme di Yogya

Monday, 16 March 2009

Oleh: Miftahul A’la

Tidak salah jika jogja mendapat julukan sebagai jantung utamanya pendidikan yang ada di Indonesia. Wilayah yang merupakan salah satu, bahkan satu-satunya kota yang kualitas dan kapabilitas pendidikannya tidak tertandingi dan sudah diakui. Ini semua tidak terlepas dari peranan jogja sendiri yang begitu banyak menelurkan para intelektual serta pemimpin bangsa. Banyak dari intelektual nusantara yang sebelum memiliki karier cemerlang pernah berguru atau sekedar mampir di kota gudeg ini. Sebut saja tokoh sekaliber Gus Dur misalnya, beliau juga pernah menuntut ilmu dan mengasah intelektual di jogja. Tidak lupa juga tokoh seperti Ahmad Wahib, Mahfuzd MD, Daod Joesuf, Cak Nun dan masih banyak lagi tokoh-tokoh terkemuka lainnya di Indonesia yang terlahir bahkan dibesarkan di Jogja.
Masa-masa yang merupakan zaman keemasannya para inteletual jogja berkisaran sekitar tahun 70-an sampai 80-an. Memang pada era 70-an tersebut, jogja banyak menelurkan para intelektual muda yang kritis dan enerjik dalam membangun serta mengembangkan Indonesia. Dan pada masa-masa itu pulalah berbagai tokoh Indonesia banyak yang berhijrah ke jogja untuk mengasah serta mempertajam pisau intelektualitasnya. Pada era itu cuaca pergumulan, kegelisahan intelektual muda sedang mengalami gejolak paling puncak, sehingga semakin menumbuhkan daya kreativitas dan kapabilitas yang tidak diragukan lagi. Pergumulan intelektual muda jogja mampu mendobrak peradaban Indonesia bahkan dunia.
Nuansa intelektual di jogja sangat terasa kental sekali. Beragam forum diskusi menghiasi kehidupan jogja, entah itu pagi, siang maupun malam hari. Berbagai kegelisahan kaum muda semuanya mampu tertampung dan terjawab dalam forum diskusi yang mereka lakukan. Hampir tidak ada hari tanpa rasa kegelisahan dan keinginan untuk merubah sumpeknya Indonesia yang memang pada masa itu masih dalam genggaman era orde baru yang otoriterisme. Sehingga semua kebebasan dibatasi dan apa yang tidak sesuai dengan kehendak penguasa langsung ditebas tanpa ada rasa kasihan sedikitpun.
Rata-rata para intelektual Indonesia yang dilahirkan dari jogja berasal dari golongan menengah ke bawah yang memang memiliki keinginan tinggi. Selain itu, suasana yang ada di jogja juga sangat mendukung untuk menjadikan seseorang menjadi intelektual yang mumpuni. Mereka lebih banyak menghabiskan waktunya hanya untuk membaca, membaca dan berdiskusi untuk menumpahkan kegelisahannya.
Orientasi Praktis
Namun sayangnya, mau tidak mau, terima tidak terima, jogja yang dulu menjadi icon terpenting yang menentukan kualitas pendidikan Indonesia harus rala hati. Rela untuk mengatakan bahwa nuansa intelektual di jogja sedikit demi sedikit sudah mulai luntur dari peradaban. Jogja yang dulu pernah menelurkan intelektual yang kritis, energik dan handal kini hanya tinggal kenangan semata. Bagaimana tidak? Jangankan untuk menemukan ajang berdiskusi dan mengasah intelektual, mencari seseorang yang mempunyai hobi membaca buku (kutu buku) saja amat sulit. Bagaikan mencari jarum di tumpukan jerami. Padahal kutubuku merupakan syarat mutlak untuk berproses menjadi seorang intelektual yang mumpuni.
Budaya modernisme yang begitu hebatnya telah meluluhlantakan peradaban intelektual muda jogja. Bayangkan saja, jogja yang dulu merupakan sarang intelektual Indonesia, kini menjadi sarang para kaum kapitalis. Kaum yang hanya memikirkan materi dan materi. Kalau tidak percaya tegok saja sepanjang kota jogja. Yang terlihat pertama kali tentunya beraneka ragam gedung tinggi yang di dalamnya merupakan pusat belanja dan berhura-hura. Sepanjang mata memandang, hanya berderet-deret mall dan hotel yang ada. Meskipun berbagai macam perguruan tinggi juga ikut menyertainya. Namun semua itu hanya formalitas yang untuk tetap mengatakan bahwa jogja masih merupakan kota pendidikan. Walaupun semuanya itu juga sudah tidak menjamin akan lahir intelektual muda semacam Ahmad Wahib dan semacamnya.
Lebih ironis lagi, para kaum muda jogja yang merupakan mahasiswa baik yang berasal dari luar kota ataupun kota jogja sendiri lebih menikmati gaya hidup yang modernis. Gaya hidup kebanyakan kaum muda yang lebih banyak menghabiskan waktunya di club-club dan pusat perbelanjaan. Mereka lebih mementingkan budaya moderisme dan berfoya-foya. Sehingga nuansa intelektual di jogaj semakin menghilang tanpa ada yang mau menumbuhkan kembali. Kemudian terbentuklah kaum muda yang hedonis dan apatis.
Lalu yang menjadi pertanyaan mampukah jogja mengembalikan predikatnya sebagai pusatnya kota pendidikan yang mampu menelurkan intelektual muda kembali? Inilah sebenatnya yang merupakan agenda mendesak yang harus segera diperbaharui baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat setempat. Karena memang dalam beberapa tahun terakhir predikat jogja sebagai kota pelajar sudah tampak mulai diragukan oleh masyarakat Indonesia. Keraguan itu berdasarkan kenyataan yang ada dilapangan.
Hal yang mendasak dalah bagaimana caranya yang cepat untuk mengembalikan pamor joga sebagai pusat kota peradaban pendidikan indonesia. Hal ini penting, ketika jogja sudah kehilangan nuansa pendidikannya, lalu bagaimakah nasib bangsa-negara Indonesia ke depan? Jika foundasi utamanya sudah tidak mampu berjalan secara optimal. Karena memang selama ini jogja merupakan pintu masuk utama untuk urusan pendidikan.
Predikat jogja sebagai pusat peradaban pendidikan Indonesia harus dengan segera di kembalikan. Karena dalam kehidupan masyarakat, pendidikan memegang peranan yang urgen dalam menentukan masa depan serta eksistensi bangsa-negara. Masa depan bangsa-negara disini ditentukan sejauh mana kualitas pendidikan yang di gagas di dalamnya. Jika kualitas pendidikan yang ada di jogja sudah mendekati kata “kematian”, bukan tidak mungkin Indonesia selamanya akan mengalami keterpurukan yang entah berapa abad lamanya.
Bersama-sama kita harus secepatnya menegmbalilan jogja sebagai pusat kota pendidikan. Agar masa depan pendidikan Indonesia dapat terjaga dan mampu bersaing di era modernisme seperti saat ini. Mari bersama-sama kita membangun masa depan bangsa-negara.

Penulis adalah Direktur pada Center for Politic and Law Studies (CePoLS) Yogyakarta. Hp. 081392627364

0 comments:

Post a Comment

free counters

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service

Page Rank

Copyright © 2011 Green Ilmu | Splashy Free Blogger Templates with Background Images, Trucks