Oleh: Miftahul A’la*
Indonesia berada di urutan nomor pertama yang termasuk dalam kategori negara terkorup di asia di susulthailan. Sementara itu Singapura dianggap sebagai negara paling bebas dari korupsi alias negara yang terbersih dari yang namanya urusan korupsi. Demikianlah pengumuman sebuah perusahaan konsultan yang bermarkas di Hongkong, Political and Economic Risk Consultancy (PERC). Pengumuman ini dilakukan rabu tgl 8 April di Singapura. (kompas, 9/4/09)
PERC menyusun daftar tersebut setiap tahunnya dan didasarkan pada survai yang dilakukan dengan menjadikan pebisnis asing di setiap negara yang di survei sebagai responden. Daftar ini disusun berdasarkan iklim investasi apakah baik atau buruk, dan salah satu indikator yang digunakan sebagai iklim pengukur investasi adalah faktor korupsi. Sebagai pembanding adalah Australia dan Amerika Serikat.
Kemunculan berita ini menjadikan berbagai perdebatan dan mengundang banyak pertanyaan oleh masyarakat Indonesia, memang tidak terlalu berlebihan jika melihat berbagai fakta yang ada. Indonesia menentang habis-habisan dengan indikasi yang menempatkan Indonesia di urutan pertama dalam urusan korupsi. Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa memang korupsi di Indonesia merupakan penyakit kronis yang sulit untuk ditanggulangi.
Dengan adanya berita semacam ini, Indonesia haris lebih mawas diri dan menyikapinya dengan arif serta lebih bijaksana. Indonesia harus mampu belajar dari negara lain serta tidak mengulangi sejarah kelam masa lalu. Karena jika melihat para oknom pemerintahan di Indonesia tidak sedikit dari mereka yang masih saja melakukan tindak korupsi kolusi dan nepotisme (KKN). Indikasi korupsi di Indonesia bukan tidak mungkin sudah merasuki alam bawah sadar manusia. Meskipun ada juga sebagian kecil yang jauh dari prilaku keji ini. Perilaku yang banyak merugikan orang lain dan memperkaya diri sendiri.
Korupsi merupakan sesuatu hal yang sangat buruk dan akan mengancam kesejahteraan bersama serta masa depan bangsa-negara. Prilaku korupsi di sadari maupun tidak terlah menjadi budaya yang sudah mendarah daging dalam tubuh masyarakat Indonesia. Prilaku ini merupakan pemberontakan terhadap kebaikan, kemaslahatan serta masa depan bersama bersama. Prilaku ini sangat membahayakan dan akan mengganngu stabilitas bangsa-negara Indonesia. Jika hal ini tetap saja dibiarkan, bukan tidak mungkin moralitas berbangsa-negara sedikit demi sedikit akan luntur dari peradaban manusia. Dan yang tertinggal hanya kebobrokan dan kerusakan dalam prilakunya.
Perubahan Lewat Pemilu
Pasca bergulirnya rezim orde baru Soeharto yang memimpin selama 32 tahun dengan sistem otoriter, sedikit demi sedikit pemerintahan Indonesia mulai banyak melakukan berbagai pembenahan bahkan perombakan secara menyeluruh di berbagai sektor pemerintahan. Mulai dari masa kepemimpinan BJ Habibie, Gus Dur, Megawati Seokarno puteri dan sekarang Susilo Bambang Yudoyonopun semuanya berusaha untuk menerapkan good gavernance di Indonesia. Bahkan Pemerintah SBY-Jusuf Kalla dalam masa kepemimpinannya sangat gusar melihat prilaku korup yang sering terjadi parlemen. Berpuluh bahkan beribu cara sudah pernah dikerahkan untuk menangani masalah yang satu ini.
Namun sayangnya, memang dalam realitasnya prilaku korup sangatlah "pintar" dalam mencari celah-celah kosong yang terdapat dalam wilayah hukum, sambil membenarkan diri mereka sendiri, sehingga dengan mudahnya hukumpun akan berada dalam tangan kekuasaanya. Istilah semacam ini oleh para ahli psikolog ini disebut dengan istilah rasionalisasi, dan oleh para kalangan orang-orang awam disebut dengan pemutar balikan fakta. Lebih ironis lagi semua rambu-rambu dan peringatan yang dilakukan tidak mampu membendung prilaku korup tersebut. Berbagai peringatan hanya dianggap sebagai angin lewat tanpa ada efek jera sedikitpun.
Dalam detik-detik masa pemilu 2009 tahun ini, tentunya pemilu akan lebih bermakna jika dipahami secara lebih arif dan bijaksana. Pemilu jangan hanya dipahami sebagai "pesta demokrasi" yang bersifat semestara. Kita harus mampu menyerap dan mengartikan pemilu lebih dewasa. Sebab dalam pemilu menyimpan berbagai harapan yang manis untuk menuju good gavenance (pemerintahan yang bersih dari korupsi). Meskipun dalam pelaksanaanya juga tidak sedikit menyimpan berbagai jebakan yang langsung membawa pada keterpurukan dan kebobrokan dalam bangsa-negara.
Pemilu 2009 kali ini, jangan hanya sebatas menjadi pelangi yang hanya membuat harus dijadikan sebagai langkah awal untuk memperbaiki kinerja para anggota parlemen dan menanggulangi prilaku korup yang sudah masuk dalam sendi-sendi pemerintahan. Jadikanlah pemilu seperti layaknya kehadiran pelagi. Meskipun kedatangan pelangi hanya berdurasi amat singkat, namun menyimpan makna dan harapan yang sangat istimewa bagi yang melihatnya. Sebab dengan kehadiran pelangi akan memunculkan berbagai imajinasi, fantasi, kekaguman serta harapan. Harapan yang mampu mengembalikan spirit untuk melakukan perubahan.
Masyarakat Indonesia harus mampu memaknai pemilu sebagai jalan utama yang akan menentukan nasib bangsa-negara Indonesia kedepan. Sebagai Negara demokrasi, kata kunci luber, adil, jurdil dalam pemilu dan bagaimana mengelola hasilnya dalam pemilu 2009 merupakan langkah awal yang menentukan masa depan Indonesia. Siapapun yang mendapatkan kekuasaan dari proses demokrasi di masa mendatang harus sepenuhnya rela untuk dikontrol oleh masyarakat public.
Bagi calon anggota legislative yang terpilih, sikap Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam pemerintahan harus menjadi perioritas utama yang harus dicatat dalam buku hariannya untuk segera diselesaikan. Melihat sudah meluasnya prilaku korupsi di Indonesia, tentunya membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menanggulangi. Sebab bagaimanapun juga persoalan dalam pemberantasan korupsi bukan hanya semata-mata dari aspek lainnya. Untuk mengatasi merebaknya masalah korupsi menyangkut berbagai aspek yang luas, mulai dari aspek ketimpangan sosial, kemiskinan, pengangguran dan beragam masalah salah urus perekonomian yang ada dalam negara.
Pemberantasan korupsi merupakan salah satu kunci yang paling efektif untuk membangkitkan Indonesia dari berbagai keterpurukan serta menuju pemerintahan yang bersih (good Gavernance). Implementasinya harus menyeluruh baik di sektor publik maupun sektor privat tanpa adanya tendensi dari siapapun. Hal ini merupakan agenda yang sangat mendesak yang harus diselesaikan. Agar Indonesia memiliki pemerintahan bersih dan baik serta mampu bersaing dengan Negara-negara lain.
Penulis adalah Direktur pada Center for Politic and Law Studies (CePoLS) Yogyakarta. Hp. 081392627364
Berdomisili di Jl. Minggiran MJ II/1482-B Yogyakarta
0 comments:
Post a Comment