Indonesia Pasca 9 April

Friday, 10 April 2009

Oleh: Miftahul A’la*
Usai sudah pemilihan umum untuk menentukan anggota legislative yang akan duduk di kursi pemerintahan Indonesia. Agenda lima tahunan yang merupakan rangkaian dari acara akbar untuk menentukan masa depan Indonesia ke depan setidak-tidaknya lima tahun mendatang. Hingar-bingar pemilhan umum sekarang sedikit demi sedikit sudah mulai luntur dan meredup dari perdaban kehidupan masyarakat Indonesia. Hamper seluruh masyarakat kini sudah sudah sibuk dan kembali memulai rutinitas kehidupannya masing-masing seperti hari-hari biasa. Tanpa ada yang mengusik kehidupan mereka.
Pemilihan umum tahun ini bisa dikatakan sangat jauh dari kesuksesan dan terkesan sangat amburadul alias semrawut. Hal ini dikarena dalam pelaksanaan dalam acara puncak tersebut masih dihiasi dengan berbagai persoalan yang mendasar. Meskipun persiapan sudah dimulai dari jauh-jauh hari sebelum acara, namun tetap saja problematika masih tetap ada. Mulai dari kacaunya daftar pemilih tetap (DPT) yang simpang-siur, kurangnya bahan logistic, kekeliruan dalam mencontreng, tidak optimalnya fungsi-fungsi TPS yang ada dan masih banyak lagi problem yang lain. Memang realitas yang sangat ironis, namun toh meskipun demikian pemilihan anggota legislative tetap berjalan sesuai dengan rencana awal 9 april dan selesai. Meskipun dalam pelaksanannya tidak bisa berjalan secara optimal serta jauh dari harapan masyarakat dan pemerintah.
Entah karena masyarakat sudah tahu nasib mereka dan nasib bangsa-negara Indonesia ke depan yang tidak akan jauh dari realitas sekarang atau memang tidak mengetahui sama sekali. Sehingga banyak dari mereka pasca pemilihan 9 april 2009 hanya kelihatan enjoy-enjoy saja tanpa adanya rasa penasaran sedikitpun untuk mempertanyakannya kelanjutannya. Atau kemungkinan juga karena rasa kejenuhan dan rasa bosan dengan bobrokna budaya politik di Indonesia. Budaya politik yang hingga detik ini tidak mampu menciptakan perubahan yang signifikan. Budaya politik yang hanya berkutat pada seputar wacana tanpa adanya implementasi yang jelas di lapangan. Hingga menyebabkan masyarakat merasa jenuh dan tidak mau perduli dengan berbagai persoalan dunia perpolitikan di Indonesia.
Secara fisik, memang mayoritas masyarakat sudah banyak yang kembali disibukan dengan pekerjaan masing-masing seperti hari-hari biasanya dan menjalankan rutinitas masing-masing. Meskipun ada segelintir orang yang masih tetap memperbincangkan seputar masalah pemilu dan masa depan Indonesia. Namun ternyata tidak bisa dipungkiri dibalik diamnya dan kesibukan masyarakat Indonesia, ternyata pemilu yang sudah dilaksanakan 9 april 2009 tersebut menyisakan bepuluh bahkan beribu-ribu pertanyaan yang tetap melekat dalam seluruh masyarakat dan tidak pernah terjawabkan oleh siapapun.
Bagaimanakah nasib masyarakat kecil (grassroot) dan nasib bangsa-negara Indonesia ke depan pasca pemilu legislatif? Masihkah keterpurukan dan kesengsaraan akan tetap saja selalu menghiasi kehidupan mereka, ataukah kesejahteraan dan kemakmuran yang mereka harapkan akan segera tercapai?Berpuluh-puluh bahkan beribu pertanyaan semacam ini selalu saja menghantui masyarakat Indonesia pasca pemilihan umum di gelar. Ada yang optimis bahwa kesejahteraan dan perubahan sudah di depan mata, namun tidak sedikit juga yang pesimis dengan melihat prilaku para oknum pemerintah yang tetap saja menyengsarakan rakyatnya dan hanya mementingkan nasibnya sendiri-sendiri.
Jembatan Emas Licin
Pemilu (Pemilihan Umum) memang merupakan salah satu jalan yang efektik dan efesien untuk menciptakan sebuah demokrasi, meskipun ini bukan merupakan jalan Satu-satunya. Jadi tak ada demokrasi tanpa pemilu, dan tak ada pemilu tanpa partai politik. Pemilu dan partai politik memang merupakan satu kesatuan yang harus ada dalam proses berdemokrasi. Pemilu dan partai politik selalu menimbulkan suasana ingar-bingar, gaduh, tenang, konflik dan lain sebagainya. Namun dibalik semua fenomena itu, pemilu juga menyimpan berbagai harapan untuk menuju kemajuan dan perbaikan bangsa-negara. Harapan yang mampu membangkitkan dan memperkokoh demokrasi di Indonesia yang masih belum mencapai titik klimaknya. Ibarat pohon besar, pemilu merupakan proses metamorfosis pergantian dauh kering menjadi dauh yang lebih baru dan segar, menggantikan dauh yang sudah kering dan menguning.
Ketika pemilu yang kita laksanakan mampu berjalan secara sukses baik procedural maupun substansial, maka kita petut bersikap optimis dan bangga diri dengan masa depan bangsa-negara Indonesia ke depan. Sebab dengan kesuksesan itu, Indonesia akan mampu keluar dari jebakan krisis yang berkepanjangan. Namun sebaliknya jika proses pemilu mengalami kecacatan baik procedural maupun substansial, maka kita patut berhati-hati dalam berjalan. Sebab dibalik semua sisi positif dari pemilu menyimpan berbagai jebakan maut yang dengan seketika akan membawa kita pada jurang kesengsaraan yang tak pernah usai. Jurang kesengsaraan yang sama sekali tidak diharapkan setiap orang. Pendeknya pemilu merupakan jalan emas yang sangat licin untuk menuju perubahan. Kita harus berhati-hati dalam melangkah agar tidak terperosok dalam kesengsaraan.
Melihat berbagai problematika yang menyertai perjalanan dan keterpurukan di Indonesia selama ini, pemilu merupakan jalan utama yang akan menentukan nasib bangsa-negara Indonesia. Sebagai Negara demokrasi, kata kunci luber, adil, jurdil dalam pemilu dan bagaimana mengelola hasilnya dalam pemilu 2009 merupakan langkah awal yang menentukan masa depan Indonesia. Siapapun yang mendapatkan kekuasaan dari proses demokrasi di masa mendatang harus mau dan rela sepenuhnya untuk dikontrol oleh masyarakat public.
Masa depan masyarakat, bangsa-negara Indonesia berada di tangan para pemimpin yang terpilih dalam putaran awal pemilihan legislatif april 2009. Akankah kita lolos dari jebakan yang menggiurkan, ataukah kita ikut terseret dalam arus yang hanya akan berujung pada kesenangan sesaat. Sebagai masyarakat Indonesia kita hanya bisa berharap dan berharap. Semoga saja mereka yang terpilih merupakan orang-orang yang benar-benar amanah dan bertanggungjawab atan tugas yang diembannya secara optimal dan rendah hati dalam menjalankan kekuasaan yang dimiliki. Karena kekuasaan merupakan sebuah amanah yang sangat berat. Sehingga membutuhkan mentalitas yang kuat untuk menjunjungnya. Dengan pemimpin yang mempunyai mentalitas yang kuat dan memikirkan nasib bangsa-negara, maka akan menghantarkan bangsa-negara Indonesia menuju puncak kejayaan, kemakmuran serta kebebasan sesuai dengan tujuan awal terbentuknya Indonesia.

Penulis adalah Direktur pada Center for Politic and Law Studies (CePoLS) Yogyakarta. Hp. 081392627364
Berdomisili di Jl. Minggiran MJ II/1482-B Yogyakarta.

0 comments:

Post a Comment

free counters

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service

Page Rank

Copyright © 2011 Green Ilmu | Splashy Free Blogger Templates with Background Images, Trucks