Miftahul A’la*
Belum sempat mereda panasnya situasi anarkisme di Cikeusik, Pandeglang, Banten, yang setidaknya menyebabkan tiga orang jama’ah Ammadiyah tewas seketika Minggu (6/2), aksi serupa kembali terjadi di Temanggung Jawa Tengah (8/2) kemarin. Bahkan bisa dikatakan sikap brutal yang terjadi hanya dalam rentang waktu dua hari setelah di Banten ini lebih parah dan sadis.
Dalam amukan masa yang terjadi itu setidaknya tiga tempat ibadah (gereja) yang berada di Temanggung hancur karena terkena bom molotov. Berbagai fasilitas umum seperti tempat polisi, mobil, motor dan beberapa bangunan umum di sepanjang jalan utama Temanggung juga tidak luput dari amukan masa yang sudah marah seperti orang kesetanan. Selain itu tidak sedikit nyawa yang melayang menjadi korban dalam insiden siang tersebut. Bahkan jajaran kepolisian harus menerjunkan sekitar 2000 personil untuk meredam amarah yang sudah memuncak itu.
Sikap anarkisme ini berlangsung pada saat sidang tuntutan kasus penistaan agama yang diadakan di pengadilan Negeri Temanggung. Sedangkan kasus penistaan agama itu sendiri dilakukan oleh Antonius Richmad Bawengan. Sidang waktu itu dengan agenda pembacaan tuntutan dan vonis bagi dirinya. Ironisnya lagi jumlah masa yang mencapai ribuan ini semuanya mengklaim Islam senahai agamanya.
Tentu ini merupakan kenyataan pahit yang patut untuk disesalkan, terlebih bagi umat Islam sedunia. Sebab atas nama agama (Islam) mereka dengan enteng membakar, merusak dan bahkan membunuh manusia dengan begitu kejamnya, melebihi srigala. Lebih di sesalkan lagi dua insiden kasus anarkisme itu sama-sama membawa atribut Islam sebagai tameng untuk menegakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Sekarang ini tentunya merupakan salah satu kenyataan pahit yang mau tidak mau melekat dalam islam.
Sikap yang semacam ini secara tidak langsung dengan sendirinya akan mencoreng nama besar Islam yang nota banenya di yakini sebagai agama Rahmatan Lil ALamin dan agama yang tidak suka dengan kekerasan. Bagaimana orang percaya bahwa Islam merupakan agama yang ramah, lembuh dan cintda damai. Jika beberpa oknum di dalamnya saja dengan sekehendak hatinya melakukan berbagai kekerasan dan menghalalkan darah orang yang tidak sesuai keyakinannya. Jangan kemudian kita menyalahkan orang lain, jika kemudian public mulai muncul keraguan bahwa islam merupakan agama yang toleran.
Cara berjalannya islam yang dilakukan dengan jalan kekerasan ini tentu jauh berbeda ketika Islam pertama kali turun di dunia. Semua orang tahu bagaimana Muhammad Saw sebagai pembawa wahyu terakhir sekaligus penyebar agama Islam. Dalam berdakwah menyebarkan Islam beliau sama sekali tidak pernah menggunakan kekerasan dan pemaksaan. Bahkan pamannya sendiri yang sampai ajalnya tidak masuk islam sekalipun, oleh Muhammad selalu di hormati dan dikasihi.
Tiga faktor
Banyak orang yang menyesalkan dengan terjadinya tragedi berdarah yang terjadi dalam jangka waktu yang hampir bersamaan. Mulai dari kalangan akademisi, rakyat kecil dan bahkan semua orang mengecam keras akan sikap anarkisme itu. Tidak ada yang membenarkan adanya sikap kekerasan semacam itu, apalagi berujung pada kematian.
Dalam insiden berdarah ini memang banyak sekali faktor yang disinyalir menjadi latarbelakang terjadinya kerusuhan. Setidaknya ada beberapa hal krusial yang patut untuk diketahui diantaranya adalah, Pertama kurang pemahaman akan substansi Islam itu sendiri. Setidaknya inilah kondisi yang sedang melanda umat islam itu sendiri, terutama yang melanda sekelompok orang yang melakukan aksi penyerangan baik di Banten maupun di Temanggung. Bahkan bisa dikatakan sangat sedikit dari umat islam sendiri sekarang yang memahami susbtansi islam sebagai agama lemah lembuh dan menjunjung nilai-nilai keberagaman.
Kedua kurang adanya sikap menghargai perbedaan. Menurut hemat saya ini juga merupakan penyabab utama terjadinya dua kerusuhan nahas tersebut. Bahkan mereka (kelompok) yang mengatasnamakan islam hanya menganggap bahwa dirinya (Islam versi) yang benar. Selain di luar kelompok di anggap salah, sesat dan harus dimusnahkan. Jika saja seandainya semua orang mampu memahami substansi Islam secara menyeluruh tentu kejadian semacam ini tidak akan terjadi.
Ketiga tidak mematuhi undang-undang sah Negara. Jika kelompok yang mengatasnamakan Islam ini mematuhi peraturan resmi yang ada, tentu kejadian serupa tidak akan terjadi. Sebab undang-undang menentang keras segala bentuk jenis kekerasan sekecil apapun. Terlebih atas nama agama. Ada kesan bahkan ingin mendirikan Negara Islam sendiri.
Pemerintah juga ikut mengecam, prihatin dan menyanyangkan dengan kembali terjadinya tragedi berdarah tersebut. Namun sayangya sikap pemerintah justru dinilai banyak kalangan hanya sebatas retorika semata. Sebab faktanya hanya berselang dua hari setelah kerusuhan di Banten, kerusuhan besar justru kembali terjadi di Temanggung. Jika seandainya pemerintah tegas dalam bersikap dan sedikt lebih tanggap tentunya tragedy semacam ini tidak perlu kembali terjadi. Karena sudah sejak jauh-jauh hari sudah mulai terdengar isu bahwa akan ada masa dalam jumlah banyak.
Di duni ini tidak ada seorangpun yang menginginkan terjadinya tragedy semacam ini. Orang yang berfikiran waras tentu tidak menginginkannya. Bahkan jika mau jujur semua orang ingin hidup dengan tentram, damai tanpa ada konflik berdarah. Tetapi yang namanya banyak orang tentu sangat sulit untuk menyeragamkan dan menyamakan visi bersama. Terlebih Indonesia sendiri merupakan Negara pluralisme yang terjadi dari beragama kepercayaan.
Bagaimnapun juga dalam kondisi ini patut disayangkan sekali sikap sekelompok orang yang mengatasnamakan Islam. Sebab Islam hanya dijadikan sebagai atribut untuk membernarkan dirinya. Jika benar demikian tentunya islam hanya dijadikan kambing hitam untuk mencari kebenaran yang sebenarnya salah.
Berbagai kelompok yang mengatasnamakan Agama (Islam) dan menghalalkan darah selain kelompoknya ini harus segera dihentikan. Pemerintah harus lebih pro aktif dan lebih tegas dalam menyikapi berbagai sikap anarkisme semacam ini. Jika pemerintah hanya berdiam diri tanpa melakukan sikap yang tegad tentu kejadian yang lebih parah dikhawatirkan akan kembali terjadi. Sebab bagaimanapun juga Indonesia merupakan Negara demokrasi yang menjunjung asas pluralisme beragama. Jangan sampai hanya karena ulah segelintir orang saja, islam kehilangan nilai-nilai substansinya sebagai agama yang rahmatan lil alamin.
Penulis adalah alumni Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tinggal di Magelang.
Hp. 081392627364
0 comments:
Post a Comment